Pendahuluan
Downy mildew atau busuk daun (embun bulu) merupakan salah satu penyakit penting tanaman cucurbitaceae. Petani di daerah Kediri dan sekitarnya menyebut penyakit ini dengan sebutan Penyakit Trotol atau Kresek. Bisa dipahami jika petani menyebutnya demikian, karena sebutan tersebut didasarkan pada gejala dan akibatnya terhadap tanaman. Daun tanaman yang terserang oleh penyakit ini akan menunjukkan gejala bercak berwarna kuning agak bersudut, seperti mengikuti alur tulang daun dan dapat menyerang dalam satu daun secara terpisah-pisah. Jika serangan penyakit parah, daun-daun tersebut dapat mengering sehingga daun akan mudah hancur dan mengeluarkan bunyi “renyah” menyerupai suara plastik kresek jika diremas. Meskipun dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada daun, penyakit ini tidak dapat menyerang dan membuat kerusakan buah secara langsung. Penurunan produktifitas buah disebabkan oleh kinerja daun yang terganggu karena kerusakan sel-selnya (nekrosis), dengan demikian pertumbuhan tanaman terhambat dan meyebabkan buah terpapar matahari. Namun, menurut Celetti dkk. (2009), pada suatu waktu pathogen juga dapat menyerang buah. Buah yang dihasilkan dari tanaman yang terinfeksi berukuran kecil dan tidak bagus (marketable).
Patogen ini dapat menyebabkan penyakit pada tanaman melon, mentimun, labu, squash, pumpkin (Celetti dkk. 2009), belewah atau garbis, semangka dan tanaman suku cucurbitaceae lainya. Meskipun memiliki inang yang luas, patogen cenderung hanya dapat menyerang tanaman yang masih dalam satu suku. Tanaman seperti legum (kacang-kacangan) dan bayam tidak akan terinfeksi oleh pathogen ini. Diantara tanaman dalam suku cucurbitaceae tersebut, mentimun merupakan tanaman yang paling rentan terhadap serangan penyakit ini (Celetti dkk. 2009), tetapi kurang merugikan pada tanaman melon (Semangun, 2000). Selain terdapat perbedaan patogenisitas antar tanaman, gejala yang ditimbulkannya juga tidak sama tergantung tanaman inang dan kondisi lingkungan. Gejala yang timbul pada tanaman mentimun mirip dengan tanaman gambas dan pumpkin, tetapi berbeda dengan gejala yang timbul pada tanaman melon dan semangka. Gejala yang muncul pada tanaman mentimun terlihat lebih jelas berbatas (confine) dan bersudut/bersiku (angular), tetapi gejala pada daun tanaman melon terlihat agak membulat, tidak beraturan (irregular) dan cepat meluas serta mengering yang berwarna kehitaman.
Beberapa strain patogen (patotipe) organisme ini telah diidentifikasi, beberapa hanya dapat menyerang mentimun, sementara yang lain dapat menyerang melon, mentimun, pumpkin dan squash. Hingga saat ini, telah diketahui paling sedikit terdapat 6 strain (patotipe) yang masing-masing memiliki kekhususan/spesifikasi inang
Gejala
Gejala serangan Downy Mildew saat fase awal pertumbuhan, berupa bercak kecil berwarna kuning pada permukaan daun bagian atas yang berusia tua, kadang-kadang nampak berminyak. Gejala yang muncul pada fase ini terlihat belum begitu jelas, masih menyerupai virus mosik-motel yang kemudian akan berubah warna menjadi kuning atau kecoklatan dan mengalami kematian jaringan (nekrosis). Dalam perkembangannya, bercak dapat meluas dan bermultiplikasi menyebabkan bercak yang lain sehingga dapat menyebabkan bercak yang lebih luas karena bisa saling menyatu.
Pada kondisi lembab, bulu halus (downy) dapat segera terbentuk di permukaan daun bagian bawah dan kerusakan berupa bercak (spot) berwarna kuning terang terlihat di permukaan daun bagian atas. Sporangia berupa bulu halus (downy) biasanya akan terlihat dengan jelas pada saat pagi hari dengan warna ungu gelap di bawah warna kuning terang yang terlihat dari atas permukaan daun. Sporangia (kantong spora) itu dapat dilihat dengan menggunakan lensa (lup), dan menjadi kunci dalam mendiagnosis penyakit ini. Kerusakan jaringan daun yang disebabkan oleh cendawan/jamur ini kadang-kadang menjadi tempat hidupnya patogen sekunder seperti bakteri busuk lunak dan cendawan/jamur lain. Gejala serangan patogen ini akan nampak setelah 4-12 hari setelah terjadi infeksi.
Biologi Patogen
Patogen memproduksi struktur mikroskopis menyerupai kantung yang disebut sporangia pada kisaran suhu antara 5-30 Derajat Celcius . Suhu optimum bagi pembentukan sporangia terjadi pada kisaran suhu 15-20 Derajat Celcius dan membutuhkan waktu paling sedikit 6 jam pada kelembaban yang tinggi. Spora yang telah terbentuk dapat menular ke tanaman sehat karena terpaan angin dan percikan air hujan. Spora akan segera berkecambah dan dan dapat menginfeksi tanaman secara lansung apabila mendarat pada inang yang rentan hanya dalam waktu satu jam saja. Selama dalam musim hujan (basah) yang panjang sporangia dapat melepaskan zoospora dalam jumlah yang banyak. Zoospora ini dapat berenang di dalam filum air secara terus-menerus hingga mencapai stomata. Lubang alami ini merupakan tempat utama patogen masuk ke dalam jaringan tanaman, sehingga dapat menyebabkan infeksi yang lebih banyak pada daun.
Patogen akan berkembang lambat dan mungkin berhenti sementara apabila suhu lebih dari 30 Derajat Celcius selama siang hari. Suhu pada malam hari yang berkisar antara 12-23 Derajat Celcius akan merangsang perkembangan patogen, terutama jika keadaan disekitarnya cukup lembab. Apabila suhu lingkungan pada malam hari berada pada kisaran sekitar 15 dan 25 Derajat Celcius pada siang hari, infeksi downy mildew pada tanaman cucurbitaceae dapat memproduksi lebih banyak inokulum dalam waktu 4 hari.
Kelangsungan hidup (Survival) Patogen dan Penyebarannya
Downy mildew merupakan patogen yang bersifat obligat. Patogen ini selalu memerlukan jaringan tanaman hidup agar dapat menjaga kelangsungan hidupnya. Sporangia yang telah terbentuk akan terbawa oleh angin dalam jarak tertentu. Dalam perjalanannya itu, sporangia mungkin akan bertahan beberapa hari hingga menemukan inang rentan. Jika patogen sudah berada suatu tempat, maka sporangia dapat disebarkan secara terlokalisir pada tempat tersebut dari tanaman satu ke tanaman lain dan dari lahan satu ke lahan lain melalui percikan air hujan, aliran irigasi, pergerakan serangga, peralatan pertanian dan pakaian yang digunakan petani di lahan yang terinfeksi, serta cara penanganan tanaman yang terinfeksi.
Pengendalian (Manajemen)
Pengendalian Penyakit dapat dilakukan melalui cara bercocok tanam (kultur teknis) dan penggunanaan pestisida. Cara-cara pengendalian tersebut antara lain adalah:
1. Menanam tanaman yang sehat, terbebas dari patogen.
2. Pilih dan atur lahan sehingga dapat membuat pergerakan udara lancar dan mengurangi kelembaban disekitar kanopi tanaman.
3. Lakukan pengolahan tanah dengan membaliknya pada waktu siang hari
4. Hindari pengairan yang berlebih. Pertimbangkan pemberian air irigasi selama pagi hari untuk memberi kesempatan daun mengering. Jika memungkinkan, beri air sedikit saja hingga dirasa cukup.
5. Lakukan pengamatan atau monitoring terhadap kemungkinan munculnya gejala penyakit tiap minggu atau sesering mungkin.
6. Lakukan pengendalian gulma di lahan, karena sebagian gulma dapat menjadi inang alternatif bagi patogen ini.
7. Perlakuan fungisida dilakukan untuk upaya pencegahan terhadap serangan patogen dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan. Aplikasi fungisida dilakukan tiap 5 hari sekali jika kondisi lingkungan lembab dan basah, namun jika kondisi cuaca sedang kering, maka aplikasi fungisida dapat dilakukan dalam inetrval waktu 7-10 hari
8. Aplikasikan fungisida dengan volume 250-300 liter air per hektar dan pastikan bahwa, fungisida mencukupi dan penyemprotan dapat meliput/terkena kanopi tanaman.
9. Lakukan aplikasi secara bergiliran dengan fungisida yang memiliki bahan aktif berbeda dan gunakan fungisida yang memiliki cara kerja ganda dan tunggal.
10. Cuci atau bersihkan peralatan sebelum digunakan pada lahan lain.
11. Cuci dan bersihkan tangan sebelum berpindah ke lahan lain dan selalu menggunakan pakaian baru (selalu berganti pakaian yang telah dicuci) tiap hari.
Komentar
Posting Komentar