TULISAN ini diterjemahkan dan dan interpretasikan dari essay yang ditulis oleh Ratnieks FLW. dengan judul "Can Human learn from insect societies (2006).
LEARN from Insect Societies?
Di dalam essay ini penulis membuat batasan-batasan tentang apakah manusia bisa belajar dari serangga sosial.1. Penulis menegaskan bahwa, tidak mempercayai bahwa kehidupan manusia akan serta-merta menjadi lebih baik jika meniru secara langsung (copy-paste) perilaku serangga-serangga sosial seperti rayap, semut, tawon atau bahkan lebah. Sistem sosial serangga dan manusia jelas sangat berbeda dan kecil kemungkinan kita dapat memperoleh manfaat dari hasil copy-paste secara langsung, meskipun serangga sosial terkenal sangat totaliter, TETAPI tidak setara karena ada sistem KASTA. Misal, Kasta Pekerja atau Prajurit tidak memiliki kesempatan memiliki keturunan ber'reproduksi' ("diskriminasi kasta").
2. Pada kehidupan sosial manusia, TIDAK BOLEH ada sistem kasta atau pembedaan kelas-kelas sosial, termasuk cara berpenampilan. Dalam sistem pembagian kasta pada serangga, dapat dikatakan bahwa prajurit dan pekerja mengorbankan kepentingan berkeluarganya dan memilih untuk membesarkan anak-anak dari individu lainnya. Selain itu, antara ratu dan pekerja secara fisik juga berbeda. Pekerja memiliki tubuh yang dirancang untuk bekerja lebih baik dan buruk dalam bereproduksi. Pada beberapa genus lebah dan semut, para pekerja tidak memiliki ovarium, sehingga benar-benar steril, meskipun pada sebagian besar spesies pekerja mempertahankan ovarium sehingga dapat bertelur.). Ratu memiliki tubuh yang dirancang untuk reproduksi. Seekor lebah madu ratu dapat bertelur 2.000 butir per hari, dan pada semut tentara Afrika Dorylus sang ratu dapat bertelur puluhan ribuan telur per hari. Fekunditas yang mengesankan ini cukup untuk menghasilkan masyarakat 50.000 (lebah madu) atau jutaan (tentara semut).
3. LANDASAN sosial Manusia atas dasar saling membutuhkan dan kesetaran lintas bangsa, tetapi serangga bahkan saling bersaing sesama spesies dan membunuh antar koloni.
Meskipun keluarga merupakan struktur utama yang membangunan sosial kemasyarakatan, tetapi ikatan kemasyarakatan secara luas pada umumnya terdiri dari individu-individu atau antara kelompok yang tidak berkerabat (bukan keluarga sedarah). Pada tingkat di atas keluarga, masyarakat manusia dibangun terutama di atas hubungan mutualistik (saling menguntungkan. Serangga tidak demikian, karena bangunan koloni didasarkan pada kelompok masing-masing dan spesies yang berbeda-beda.
Kerjasama antar orang yang tidak berkerabat didasari oleh berbagai tingkat keterikatan sosial yang secara paksaan sehingga mendukung kerjasama dan mencegah kecurangan, dibandingkan kerjasama yang bersifat altruistik (istilah yang digunakan untuk menilai kepribadian, sifat dan tingkah laku seseorang). Hubungan yang bersifat altruistik ini ditemukan dalam sifat sosial serangga.
Dalam hal ini kerjasama sosial ini, bahkan banyak kelompok atau komunitas mencoba untuk membangkitkan rasa kekeluargaan. Ada dorongan untuk memperjuangkan tanah air atau untuk mendukung sesama yang sedang dalam keterbatasan atau membutuhkan dan membentuk serikat. Berbeda dengan serangga, serangga sosial bisa acuh tak acuh terhadap spesies mereka sendiri, dan seringkali menjadi saingan (rival) yang mematikan. Sebagai contoh, koloni lebah madu bisa saling rampas madu, sehingga sering mengakibatkan koloni lain terbunuh karena kelaparan. Koloni di banyak spesies semut memiliki wilayah yang dipertahankan dengan agresif. Koloni besar sering membunuh koloni semut lain, yang lebih kecil, dan bahkan menangkap kepompong yang akan dipekerjakan sebagai budak saat mencapai usia dewasa. Kejadian seperti ini pernah terjadi pada umat manusia di masa kuno yang belum memiliki peradaban modern seperti sekarang ini.
SIMPULAN
Berlandaskan pada paparan perbedaan sifat-sifat hubungan sosial tersebut di atas dapat diambil pemahaman bahwa, terapat perbedaan besar antara manusia dan serangga. INI berarti bahwa, meniru secara langsung kehidupan sosial serangga sosial tidak berguna dan bahkan menjadi TIDAK MUNGKIN. Tetapi, pelajaran peting yang bisa diambil adalah wawasan tentang beberapa tantangan yang ditimbulkan oleh kehidupan sosial yang umum bagi serangga sosial dan manusia. Dengan kata lain, jika kita mampu memahami solusi bahwa serangga sosial telah berevolusi untuk tantangan sosial mereka, kita manusia mungkin dapat menerapkannya dalam desain dan peningkatan beberapa sistem sosial dan teknologi kita sendiri. Kami bebas menggunakan, memodifikasi, dan menggabungkan wawasan dari serangga sosial dengan cara apa pun yang dipilih, atau mengabaikan beberapa hal yang tidak penting diadopsi.
Sebagai penutup, sebelum membahas 3 point bahasan utama yang bisa dipelajari oleh manusia, penulis menyoroti perbedaan besar antara kehidupan sosial serangga dan manusia.
Pada manusia, budaya evolusi adalah pendorong utama evolusi sosial. Dalam sepuluh ribu tahun terakhir masyarakat manusia telah membuat kemajuan besar, tetapi mungkin hanya ada sedikit perubahan pada individu manusia. Jadi secara individu bisa jadi tidak terasa tetapi secara sosial sangat besar terasa. Sebagai contoh, pemahaman manusia tentang ilmu pengetahuan (sains), matematika, pertanian, sejarah, dan sebagainya, tidak dikodekan dalam DNA. Artinya ilmu dan pengetahuan kita tidak bisa diturunkan seperti halnya sifat bapak kepada anak-anaknya. TANPA belajar, kemajuan sosial itu tidak dapat turun secara langsung kepada orang lain.
Dengan demikian, penyebaran kemajuan sosial itu, dapat dalam bentuk cerita, buku, dan atau dalam bentuk database elektronik seperti PDF file type yang disebarkan melalui internet. Singkatnya, genetika manusia tidak berubah. Persebaran ini tidak hanya sebatas antar anggota dalam keluarga tetapi lebih luas, yang bahkan tidak terikat kekerabatan keluarga.
Komentar
Posting Komentar