Saya rasa, POLRI sedang dalam masalah besar saat ini. Tidak hanya berkenaan dengan kasus persengketaan antara KPK, POLRI dan Kejaksaan tetapi juga permasalahan komunal. Seperti diketahui bersama dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR-RI, Kapolri menudingkan dalih terjadinya kejahatan yang di lingkungan KPK karena adanya kedekatan antara CH dan seorang tokoh nasional berinisial N. Inisial N ini kemudian diyakini sebagai Nurcholis (Majdid Alm.), Tokoh Nasional asal Jombang Mantan Rektor Universitas Paramadina-Jakarta. Tokoh ini dikenal sebagai sosok yang "bersih" dan getol menyuarakan isu-isu Plurisme, beliau juga pernah mundur dari pencalonan Presiden RI.
Dalih POLRI yang menyangkutkan nama dengan inisial N ini telah menuai protes dari pihak keluarga. “Kapolri menyebut-nyebut dalam kasus ini ada kaitan dengan keluarga berinisial N, kemudian ada tambahan Nadia, ini menjadi jelas maksudnya Nurcholis Madjid,” kata Yudi Latif, Dewan Pembina Nurcholis Madjid Society, dalam jumpa pers di Yayasan Paramadina, Plaza I Pondok Indah, Jakarta (Vivanews, 8/11/2009).
Saat ini, boleh dibilang masalah kepolisian tidak hanya perseteruannya dengan KPK, tetapi masyarakat yang lebih luas. Bukan hanya pendukung Bibit-Candra tetapi juga pendukung KPK dan Masyarakat Pecinta Almarhum Nurcholis Madjid. Dukungan ini sudah menggelinding kemana-mana, dukungan yang dengan mudah tersulut. Sebagian pakar Sosial meyakini bahwa gejala ini merupakan 'murka' rakyat terhadap ulah aparatur negara yang sewenang-wenang yang etrjadi dimana-mana.
Menanggapi permasalahan dukung-mendukung ini, sebagian orang juga menganggap sebagai tekanan politik terhadap pemerintahan yang belum tentu benar karena permainan opini publik. Terlepas dari itu semua, perseteruan hukum yang melibatkan petinggi-petinggi lembaga penegak hukum ini jika tidak segera diredam akan dapat memunculkan gelombang protes yang lebih parah lagi. Mengacu pada kejadian yang hampir serupa di negara tetangga, banyak pakar memperingatkan akan terjadinya "people power". Gejala ini sudah nampak, tidak aspiratifnya suara Dewan yang seyogyanya merupakan representasi suara rakyat, terjadinya persekongkolan antara penegak hukum (kasus rekaman hanyalah tonggak saja, sedangkan kejaidan semacam itu sudah jamak dilihat masyarakat). Dukungan rakyat di dunia maya melalui jejaring sosial, demonstrasi di segala penjuru tanah air baik artis, LSM, mahasiswa, masyarakat biasa dll. "people power", Sebuah kondisi yang menurut saya jangan sampai terjadi lagi, karena kekuatan massa saat ini sepertinya tak akan pernah bisa menyelesaikan konflik berkepanjangan.
Apabila "people power" terjadi, maka dampaknya akan lebih luas. Diperlukan lagi sebuah suksesi membentuk hukum baru, dan tentu saja perjuangan/pergerakan rakyat tersebut akan memakan korban. Sangat disayangkan kalau "people power benar-benar terjadi. Namun demikian, seharusnya pemerintah juga tak memandang permasalahan ini sebelah mata, pemerintah harus bergerak lebih cepat dan lebih tegas, agar kekuatan massa tidak dipertontonkan di bumi Indonesia melalui "people power". Dengan demikian, jalan terbaik bagi pemerintah beserta aparaturnya adalah: Pertama, Percepat masalah perseteruan lembaga-lembaga penegak hukum Indonesia melalui peradilan yang bersih dan transparan. Kedua, Reformasi dan reposisi Kepolisian Negara RI serta Kejaksaan dan KPK.
Semoga tidak akan pernah terjadi peristiwa "people power" di Indonesia, dan semoga pula keadilan yang berlandaskan kebenaran akan menaungi rakyat Indonesia tanpa kecuali.
Dalih POLRI yang menyangkutkan nama dengan inisial N ini telah menuai protes dari pihak keluarga. “Kapolri menyebut-nyebut dalam kasus ini ada kaitan dengan keluarga berinisial N, kemudian ada tambahan Nadia, ini menjadi jelas maksudnya Nurcholis Madjid,” kata Yudi Latif, Dewan Pembina Nurcholis Madjid Society, dalam jumpa pers di Yayasan Paramadina, Plaza I Pondok Indah, Jakarta (Vivanews, 8/11/2009).
Saat ini, boleh dibilang masalah kepolisian tidak hanya perseteruannya dengan KPK, tetapi masyarakat yang lebih luas. Bukan hanya pendukung Bibit-Candra tetapi juga pendukung KPK dan Masyarakat Pecinta Almarhum Nurcholis Madjid. Dukungan ini sudah menggelinding kemana-mana, dukungan yang dengan mudah tersulut. Sebagian pakar Sosial meyakini bahwa gejala ini merupakan 'murka' rakyat terhadap ulah aparatur negara yang sewenang-wenang yang etrjadi dimana-mana.
Menanggapi permasalahan dukung-mendukung ini, sebagian orang juga menganggap sebagai tekanan politik terhadap pemerintahan yang belum tentu benar karena permainan opini publik. Terlepas dari itu semua, perseteruan hukum yang melibatkan petinggi-petinggi lembaga penegak hukum ini jika tidak segera diredam akan dapat memunculkan gelombang protes yang lebih parah lagi. Mengacu pada kejadian yang hampir serupa di negara tetangga, banyak pakar memperingatkan akan terjadinya "people power". Gejala ini sudah nampak, tidak aspiratifnya suara Dewan yang seyogyanya merupakan representasi suara rakyat, terjadinya persekongkolan antara penegak hukum (kasus rekaman hanyalah tonggak saja, sedangkan kejaidan semacam itu sudah jamak dilihat masyarakat). Dukungan rakyat di dunia maya melalui jejaring sosial, demonstrasi di segala penjuru tanah air baik artis, LSM, mahasiswa, masyarakat biasa dll. "people power", Sebuah kondisi yang menurut saya jangan sampai terjadi lagi, karena kekuatan massa saat ini sepertinya tak akan pernah bisa menyelesaikan konflik berkepanjangan.
Apabila "people power" terjadi, maka dampaknya akan lebih luas. Diperlukan lagi sebuah suksesi membentuk hukum baru, dan tentu saja perjuangan/pergerakan rakyat tersebut akan memakan korban. Sangat disayangkan kalau "people power benar-benar terjadi. Namun demikian, seharusnya pemerintah juga tak memandang permasalahan ini sebelah mata, pemerintah harus bergerak lebih cepat dan lebih tegas, agar kekuatan massa tidak dipertontonkan di bumi Indonesia melalui "people power". Dengan demikian, jalan terbaik bagi pemerintah beserta aparaturnya adalah: Pertama, Percepat masalah perseteruan lembaga-lembaga penegak hukum Indonesia melalui peradilan yang bersih dan transparan. Kedua, Reformasi dan reposisi Kepolisian Negara RI serta Kejaksaan dan KPK.
Semoga tidak akan pernah terjadi peristiwa "people power" di Indonesia, dan semoga pula keadilan yang berlandaskan kebenaran akan menaungi rakyat Indonesia tanpa kecuali.
Komentar
Posting Komentar