Lebih dari sekedar kepentingan ekonomi atau masalah duit, tapi juga karena inkompatibilitas (ketidaksesuain) terhadap sistem & judgment subjektif pimpinan yang ternyata berat sebelah. Itu-lah garis besar permasalahan yang saya gunakan sebagai landasan dalam memutuskan kepindahan saya dari perusahaan tempat saya berkarya selama kurang lebih 1,9 tahun ini.
"tidak ada kesuksesan yg dimulai dari NOL, sengaja atau tidak banyak faktor yang mendorong kita untuk sukses", ya, itu-lah point penting pertama yang saya tangkap sebagai sebuah kebenaran dari buku 'Outliers' karya Malcom Gladwell. Saya memang belum sukses, tapi sebagian dari kebanyakan orang mengatakan saya sudah sukses. Terserah penilaian mereka, toh sukses memang memiliki parameter yang subjektif.
Saya merasa, di perusahaan yang sebentar lagi saya tinggalkan ini, dibutuhkan waktu lebih dari sepuluh tahun untuk bisa 'sukses' menurut parameter yang saya buat. Padahal saya ingin dalam dua tahun ke depan sudah ada perubahan signifikan. Mungkin agak telat jika saya memilih untuk pergi sekarang? tapi tidak juga demikian, karena ini-lah proses dari kesuksesan versi Gladwell yang saya yakini sebagai sebuah kebenaran itu.
Saat ini saya masih melakukan pencarian, memulainya dari perusahaaan kecil yang memiliki pangsa pasar internasional tetapi gaji regional sebagai tim audit, karena tidak sesuai dengan background pendidikan dan sistem yang sangat merugikan, 2 bulan 1 minggu saya keluar. Dua bulan kemudian saya masuk pada perusahaan benih yang sudah memiliki label internasional yang lebih besar dari sebelumnya sebagai peneliti. Disinilah saya menemukan pekerjaan yang sesuai dengan bidang kuliah, banyak hal yang saya dapat dan menambah pengetahuan saya mengenai pertanian secara lebih komplek. Namun demikian, kedua perusahaan itu sama-sama memiliki celah transparansi yang saya anggap sebagai kecurangan. Perusahaan kedua yang terletak di Kediri memang lebih transparan, tapi masih memiliki sistem yang tidak menyenangkan. Korelatifitas etos kerja & kenaikan golongan serta gaji yang tidak terstandart, jenjang karir yang tidak rapi cenderung nepotis (bahkan lebih banyak nepotismenya). Sebagai contoh sederhana Bapak & anak dalam satu departemen.
Standart gaji yang rendah, jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan sekelasnya, perusahaan ini menggaji stafnya lebih rendah dari yang lain. Seperti misal, dengan masa pengabdian 5 tahun lebih seorang staf masih hidup dalam kesederhanaan dengan gaji 2,4 sekian juta! Lebih parahnya lagi, untuk menaikkan gaji dia harus berontak dulu! Kenaikan gaji hanya berkisar 5-10%, prosedur klaim jaminan kesehatan yang ribet & bahkan tidak dibayar!
Singkat kata, masalah kesejahteraan tidak terjamin, gaji bulanan yang tidak akan mampu menjangkau mimpi saya dalam 2 tahun target, bonus tahunan kecil, fasilitas & tunjangan yang terbatas adalah alasan kenapa saya tidak menerima tawaran upgrade gaji hingga nyaris atau sama dengan gaji saya diperusahaan baru. Karena selain gaji lebih tinggi, sistem yang rapi sehingga memungkinkan penghargaan terhadap karir, kesempatan melancong ke luar pulau, bahkan ke luar negeri, perusahaan ini juga memberikan tunjangan masa depan yang tidak diberikan perusahaan kedua saya, apalagi yang pertama.
Alasan masa depan merupakan alasan utama yang membuat saya berkeras tetap memilih yang ketiga.
"tidak ada kesuksesan yg dimulai dari NOL, sengaja atau tidak banyak faktor yang mendorong kita untuk sukses", ya, itu-lah point penting pertama yang saya tangkap sebagai sebuah kebenaran dari buku 'Outliers' karya Malcom Gladwell. Saya memang belum sukses, tapi sebagian dari kebanyakan orang mengatakan saya sudah sukses. Terserah penilaian mereka, toh sukses memang memiliki parameter yang subjektif.
Saya merasa, di perusahaan yang sebentar lagi saya tinggalkan ini, dibutuhkan waktu lebih dari sepuluh tahun untuk bisa 'sukses' menurut parameter yang saya buat. Padahal saya ingin dalam dua tahun ke depan sudah ada perubahan signifikan. Mungkin agak telat jika saya memilih untuk pergi sekarang? tapi tidak juga demikian, karena ini-lah proses dari kesuksesan versi Gladwell yang saya yakini sebagai sebuah kebenaran itu.
Saat ini saya masih melakukan pencarian, memulainya dari perusahaaan kecil yang memiliki pangsa pasar internasional tetapi gaji regional sebagai tim audit, karena tidak sesuai dengan background pendidikan dan sistem yang sangat merugikan, 2 bulan 1 minggu saya keluar. Dua bulan kemudian saya masuk pada perusahaan benih yang sudah memiliki label internasional yang lebih besar dari sebelumnya sebagai peneliti. Disinilah saya menemukan pekerjaan yang sesuai dengan bidang kuliah, banyak hal yang saya dapat dan menambah pengetahuan saya mengenai pertanian secara lebih komplek. Namun demikian, kedua perusahaan itu sama-sama memiliki celah transparansi yang saya anggap sebagai kecurangan. Perusahaan kedua yang terletak di Kediri memang lebih transparan, tapi masih memiliki sistem yang tidak menyenangkan. Korelatifitas etos kerja & kenaikan golongan serta gaji yang tidak terstandart, jenjang karir yang tidak rapi cenderung nepotis (bahkan lebih banyak nepotismenya). Sebagai contoh sederhana Bapak & anak dalam satu departemen.
Standart gaji yang rendah, jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan sekelasnya, perusahaan ini menggaji stafnya lebih rendah dari yang lain. Seperti misal, dengan masa pengabdian 5 tahun lebih seorang staf masih hidup dalam kesederhanaan dengan gaji 2,4 sekian juta! Lebih parahnya lagi, untuk menaikkan gaji dia harus berontak dulu! Kenaikan gaji hanya berkisar 5-10%, prosedur klaim jaminan kesehatan yang ribet & bahkan tidak dibayar!
Singkat kata, masalah kesejahteraan tidak terjamin, gaji bulanan yang tidak akan mampu menjangkau mimpi saya dalam 2 tahun target, bonus tahunan kecil, fasilitas & tunjangan yang terbatas adalah alasan kenapa saya tidak menerima tawaran upgrade gaji hingga nyaris atau sama dengan gaji saya diperusahaan baru. Karena selain gaji lebih tinggi, sistem yang rapi sehingga memungkinkan penghargaan terhadap karir, kesempatan melancong ke luar pulau, bahkan ke luar negeri, perusahaan ini juga memberikan tunjangan masa depan yang tidak diberikan perusahaan kedua saya, apalagi yang pertama.
Alasan masa depan merupakan alasan utama yang membuat saya berkeras tetap memilih yang ketiga.
Komentar
Posting Komentar