Langsung ke konten utama

Kumbang Tanduk, Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae): Hama Utama Tanaman Kelapa Sawit

Aktifitas makan (serangan) kumbang tanduk dapat sangat merusak tanaman baik tanaman muda maupun tanaman yang sudah produktif, serangga ini juga dapat menyerang kelapa santan (Cocos nucifera) maupun kelapa sawit (Elaeis guineensis). Serangga menyerang semua bagian tanaman yang nampak/berada di atas permukaan tanah, baik batang, pelepah, maupun pucuk (titik tumbuh). Aktifitas makan tersebut menimbulkan lubang gerekan pada batang, pelepah dan daun yang membentuk menyerupai huruf "V" atau seperti kipas.

Gejala serangan kumbang tanduk pada tanaman sawit muda (TBM) dan tanaman kelapa santan (C. nucifera)

Kumbang tanduk yang dominan ditemukan pada tanaman kelapa sawit adalah jenis Oryctes rhinoceros. Jenis ini memang telah lama diketahui peranannya sebagai serangga pengganggu yang dapat menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit, terutama tanaman muda (TBM). Pembukaan lahan tanpa pembakaran (zero burning) disinyalir dapat meningkatkan kemungkinan serangan lebih besar daripada pembukaan lahan dengan burning. Tetapi, itulah konsekuensi yang harus dihadapi para pemangku kepentingan perkebunan kelapa sawit, terlebih usaha kelapa sawit Indonesia yang dikaitkan dengan isu tidak ramah lingkungan.

Gb. Beberapa Jenis Kumbang Tanduk/Kumbang Badak yang sering ditemui di pertanaman kelapa sawit (E. guineensis) dan kelapa santan (C. nucifera).
Bio-ekologi
Serangga ini bermetamorfosis sempurna dan berkembang biak agak lambat, total waktu yang diperlukan untuk melengkapi siklus hidupnya lebih dari satu tahun. Telur diletakkan di dalam material organik di sekitar tanaman yang dimakan dan menetas dalam waktu 8-12 hari. Stadia selanjutnya adalah larva, berbentuk menyerupai ulat, berwarna putih agak kekuningan, memiliki kaki (tungkai) di bagian depan dan kepala (caput)-nya berwarna coklat agak gelap. Di berbagai daerah, larva memiliki sebutan yang beragam, ada yang menamainya gayas, embug, lundi, gendon, uret dll. Usia larva secara keseluruhan berkisar antara 80-200 hari. Sebelum berubah menjadi stadia pupa, perkembangannya didului dengan fase diam yang disebut pre-pupa selama 8-13 hari. Pupa berwarna coklat agak cerah dengan model hampir seperti serangga dewasa (kumbang). Setelah melalui masa pupa selama 17-30 hari, serangga ini berubah stadia menjadi serangga dewasa berupa kumbang dengan sayap depan mengeras (elytra). Kumbang bertahan hidup selama kurang lebih 6-7 bulan dengan memakan bagian tanaman hidup, seperti pucuk sawit.

Periode perkembangan ini tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungannya, jika kondisi tidak sesuai dengan syarat hidupnya, maka serangga dapat memperpendek siklus. Log (kayu gelondongan) lebih disukai untuk peletakan telur dan perkembangan stadia serangga selanjutnya.

Gb. Siklus Hidup Oryctes rhinoceros

Serangga jantan dicirikan dengan tanduk di kepala (caput) yang lebih panjang dan tidak memiliki bulu-bulu halus di tubuh belakang (posterior) bagian bawah, sedangkan betina bertanduk pendek dan memiliki bulu-bulu halus di tubuh (posterior) bagian bawahnya.

Pengendalian
  1. Pengendalian secara mekanis, yaitu dengan melakukan kutip manual kumbang yang menyerang/ditemukan di pokok (TBM/pokok rendah) menggunakan alat kait dari besi.
  2. Sanitasi (eradikasi breeding site) dan kutip serangga pra-dewasa. Pengendalian serangga ini tidak bisa terlepas dari pengelolaan tempat perkembang-biakannya (breeding site). Pengendalian yang mengabaikan pengelolaan (eradikasi) breeding site ibarat menguras perahu bocor tanpa menambalnya, kerusakan tanaman akan tetap terjadi. Breeding site pada dasarnya adalah tumpukan material organik yang akan membusuk, bisa berupa rumpukan kayu, pupuk kandang, sampah domestik (rumah tangga) dan terutama material dari bagian-bagian tanaman sawit, seperti pokok sawit mati (log-yang masih berdiri maupun yang sudah tumbang), sampah TBS, hasil ketrek buah, tumpukan janjang kosong, kentosan, limbah pabrik (fiber, cangkang), sisa cuci parit di lahan gambut dll. Maka, penumpukan janjang kosong tidak boleh lebih dari satu lapis dan pokok mati yang masih berdiri segera ditumbang dan dicincang (chipping) lalu diserak, tidak boleh ditumpuk kembali agar cepat lapuk dan cepat mengering. Apabila cara tersebut tidak memungkinkan dilakukan, maka tetap harus dilakukan pengendalian lainnya, seperti aplikasi Cendawan entomopathogen.
  3. Penggunaan Perangkap Feromon (Attractant). Metode pengendalian ini cocok dilakukan pada tanaman menghasilkan (TM) yang pokoknya sudah berumur (tinggi). Feromon merupakan substansi kimia yang dikeluarkan oleh individu tertentu sehingga mampu menyebabkan reaksi dari individu lain yang sejenis (CPC, 2003). Bau atau aroma dari substansi kimia tersebut akan menarik serangga untuk mendatangi perangkap. Pheromon Trap dipasang dengan radius coverage seluas ±2 hektar dan harus digantung minimal 2 meter di atas permukaan tanah. 
  4. Penggunaan material penolak serangga (Reppelent). Di dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa penggunaan Naphthalene (Kapur Barus) memiliki efektifitas yang sangat baik, kecuali apabila intensitas serangan sudah tinggi (Chung, 1991). Hasil penelitian Pardede dan Utomo (1992) serta Singh (1987) menyatakan bahwa perlakuan Naphtalene dapat menekan serangan kumbang tanduk masing-masing secara berurutan sebesar 97% dan 95%. Jika dibandingkan dengan pengendalian kimiawi, pengendalian dengan cara ini jauh lebih baik, lebih menguntungkan dan lebih environmentally. Material kapur barus dan plastik cukup dibeli dengan harga sekitar Rp. 1 jt untuk setiap blok dan dapat bertahan selama 3-4 bulan, sedangkan karbofuran atau karbosulfan 5% perlu 40 kg/blok (Rp. 17.000/kg) dan harus dirotasi tiap 2 minggu (tidak termasuk jika curah hujan tinggi). 
    Teknis aplikasi repellent, naphtalen pada tanaman kelapa sawit muda
  5. Pengendalian biologis, yaitu pengendalian dengan memanfaatkan organisme atau menggunakan material yang berbahan aktif organisme musuh alaminya. Musuh alami yang sudah sering dimanfaatkan antara lain adalah Baculovirus oryctes (virus entomopatogen), Metharizium sp. dan Beauveria bassiana (cendawan entomopathogen).
    sumber gambar: docstock.com
  6. Pengendalian Kiwiawi, yaitu pengendalian dengan menggunakan bahan kimia. Insektisida formulasi larutan diaplikasikan dengan penyemprotan dan formulasi granular (karbofuran & karbosulfan) dengan cara penaburan pada ketiak daun (pucuk daun). Penaburan atau semprot insektisida dilakukan pada semua pokok di dalam blok yang terserang dengan ambang ekonomi 10% atau telah ditemukan 3-5 ekor/ha (IRHO, 1991). Cara ini lebih cocok digunakan untuk pengendalian pada pokok rendah (muda/TBM), tidak efisien untuk pokok TM.
  7. Pemantauan melalui pengamatan berkala baik intensitas serangan maupun jenis breeding site. Hasil evaluasi dan identifikasi ini akan dijadikan tolak ukur dalam pengendalian.

Komentar

  1. artikel bagus, terutama penggunaan kapur barus (Napthalene) merupakan terobosan baik, untuk mensiasati mahalnya pengendalian jika sudah terserang. Pertanyaannya untuk kapur barus ini, hanya berlaku di tanaman TBM atau bisa dipakai di tanaman yang sudah Tua?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa di TM dan TBM. kalo penggunaan repellent ini difokuskn pd permasalahan oryctes yg sumberny dari eksternal.. (agar tdk masuk kebun sendiri)

      Hapus
  2. Nice paper, Usul Bro... untuk ditambahkan komoditi lain seperti kakao, karet & teh hehehehe

    BalasHapus
  3. Artikel yang bagus dan terobosan baru untuk pengendian oryctes,dan saya tertarik untuk membaca jurnal hasil penelitian pardede dan utomo tahun1992 ttg pengendalian oryctes dengan menggunakan naphthalene mohon di sharekan jurnalnya boleh pak..

    BalasHapus
  4. bro, bisa berikan gambar dari virus Baculovirus oryctes (virus entomopatogen). ini bagian dari tugas kita bro. harap ker4ja samanya . thgks

    BalasHapus
  5. ARTIKEL YANG SANGAT BAGUS DAN BERMANFAAT UNTUK PEKEBUN KELAPA SAWIT, UNTUK KAPUR BARUS APABILA DISEMPROT KE DAUN ATAU KEPUCUK AKAN LEBIH EFEKTIF ATAU ADA DAMPAK KE TANAMAN, MOHON INFO PAK

    BalasHapus
  6. Trims infonya..perusahaan klin saya dituduh akibat pembukaan lahan sehingga terserangnya kebun sekitarnya oleh kumbang..tapi dr hasil literasi ini saya pendapat bahwa kumbang adalah masalah kita bersama dan salah pemwrintah yg tidak ada upaya penelitian untuk pencegahan dan pemberantasan

    BalasHapus
  7. Sangat luar biasa artikelnya. Sangat membantu sekali dan bermanfaat bagi planter. penyajianya mudah di pahami dan dimengerti. Terimakasih pengetahuanya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

JENIS-JENIS JAMUR KONSUMSI (EDIBLE MUSHROOM)

Kebutuhan jamur konsumsi semakin hari semakin meningkat. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dab tehnologi saat ini, beberapa jamur konsumsi dapat dengan mudah dibudidayakan, antara lain jamur Shitake, jamur Champignon, jamur Merang, Jamur Kupimg dan jamur Tiram. Ini dia jenis-jenis jamur konsumsi: Jamur Kancing ( Agaricus bisporus ) Jamur kancing merupakan jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan di dunia, sekitar 38% dari total produksi jamur dunia. Jamur kancing ( Agaricus bisporus ) atau champignon merupakan jamur pangan yang berbentuk hampir bulat seperti kancing dan berwarna putih bersih, krem, atau coklat muda. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai table mushroom , white mushroom , common mushroom atau cultivated mushroom . Di Perancis disebut sebagai champignon de Paris. Jamur kancing dijual dalam bentuk segar atau kalengan, biasanya digunakan dalam berbagai masakan Barat seperti omelet, pizza, kaserol, gratin, dan selada. Jamur kancing memiliki aroma unik

Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV)

Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV) atau Virus kuning-keriting pada daun tanaman tomat merupakan salah satu anggota dari Virus yang tergolong dalam Suku Geminiviridae, Marga Begomovirus. Serangan TYLCV pada tanaman tomat dapat menyebabkan daun tanaman menggulung, mengeras, bertekstur kasar dan lebih tebal dibanding tanaman normal. Daun tanaman yang terserang juga akan mengalami klorosis ( yellowing ) dan mengkerut/keriting ( curly ). Gangguan tersebut hanya dapat terjadi pada daun baru yang terbentuk setelah tanaman terinfeksi, sedangkan daun tua tetap dan tidak mengalami penyusutan. Hal ini yang menyebabkan tanaman tampak ganjil karena daun pada bagian bawah tanaman tampak lebih lebat jika dibandingkan daun yang berada pada bagian atas. Tanaman rentan yang terserang pada fase perkembangan generatif dapat menyebabkan tanaman kerdil (stunting), jika serangan berlangsung hingga fase generatif maka buah yang dihasilkan akan berukuran kecil. Penyebaran TYLCV TYLCV tidak menular me