Langsung ke konten utama

PENGARUH CAHAYA BUATAN PADA MALAM HARI TERHADAP INTERAKSI SERANGGA PENYERBUK DIURNAL DAN TUMBUHAN

TULISAN ini merupakan hasil interpretasi dan translasi dari sebuah artikel yang berjudul "Impact of artificial light at night on diurnal plant-pollinator interactions" karya ilmiah dari Simone Giavi (Departement of Agroecology and Environment, Agroscope, Zürich, Switzerland), Colin Fontaine (Centre d’Ecologie et des Sciences de la Conservation, CESCO, Muséum National d’Histoire Naturelle—CNRS—Sorbonne Université, Paris, France) dan Eva Knop (Departement of Evolutionary Biology and Environmental Sciences, University of Zürich, Zürich, Switzerlan).

Cahaya buatan yang dimaksud di dalam artikel ini tentu saja LAMPU. Secara spesifik yang dimaksud lampu adalah lampu yang digunakan sebagai penerangan jalan (lampu jalan). Lampu-lampu ini adalah yang bisa didapatkan secara komersil (Gambar 2). Diksi yang digunakan tentu saja tepat karena sebagaimana kita ketahui bahwa sumber cahaya alami juga ada, sebut saja misalkan bulan, bintang, komet atau meteor (Gambar 3), dan ada juga cahaya alami yang bersumber dari mahkluk hidup seperti kunang-kunang (firefly). 

Menurutnya, saat ini cahaya buatan di malam hari telah menyebar dengan cepat menerangi seluruh penjuru dunia beberapa dekade terakhir ini. Sekitar 18,7% area permukaan bumi telah terpapar cahaya tiap malam (kecuali antartika). Peningkatan luas area terpapar cahaya buatan ini meningkat sekitar 2-6% tiap tahun. Informasi mengenai polusi cahaya ini bisa anda telusuri melalui tautan situs website, silakan klik di sini dan anda akan dibawa pada tampilan seperti Gambar 4. Melalui peta ini bahkan anda bisa melihat apakah ruang tamu anda sudah menyala atau belum. BTW, tolong abaikan kalimat terakhir ini, karena tentu saja ini hanya candaan belaka.

Polusi cahaya buatan itu dapat berimbas buruk pada perilaku, fisiologi, dan kelangsungan hidup hewan dan tanaman. Cahaya buatan dapat menganggu interaksi spesies dan fungsi ekosistem. Sebagai contoh, cahaya buatan di malam hari dapat mengganggu interaksi tanaman dan penyerbuk dan ini dapat menimbulkan konsekuensi terhadap reproduksi tanaman.

TUJUAN PENELITIAN

Oleh karena alasan itu, peneliti melakukan percobaan secara eksperimental dengan membuat perlakuan (treatment) penyinaran tanaman pada malam hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak atau pengaruh penyinaran (cahaya) pada malam hari terhadap interaksi antara serangga penyerbuk dan tanaman tumbuhan.

METODE PENELITIAN

Cahaya buatan ini menggunakan sumber cahaya lampu komersial yang biasanya digunakan sebagai penerangan jalan. Penelitian dilakukan di padang rumput (semak belukar) yang tidak terkelola (liar) di Swiss pada tahun 2016. Perlakuan dibagi menjadi dua, yaitu perlakuan Gelap (tanpa lampu) dan perlakuan Terang (disinari lampu) masing-masing sebanyak 6 plot. Area percobaan dipastikan dalam kondisi gelap pada malam hari.

Peubah pertama yang diamati dalam penelitian ini adalah, kelimpahan jenis tumbuhan yang ada di dalam area percobaan. Oleh sebab, tingginya kelimpahan jenis tumbuhan di area tersebut, maka peneliti memilih sebanyak 21 jenis tumbuhan dengan kriteria jenis tumbuhan terbanyak (dominan) di setiap plot percobaan. Berikut ini beberapa spesies tumbuhan yang melimpah tersebut, Cirsium oleraceum (Asteraceae), diikuti oleh spesies lain yang melimpah tetapi tidak terdapat di semua lokasi pengambilan sampel: Angelica sylvestris (Apiaceae), Eupatorium cannabinum (Asteraceae), Erigeron annuus s.l. (Asteraceae), dan Filipendula ulmaria (Rosaceae). 

Peubah kedua yang diamati adalah kelimpahan serangga penyerbuk atau pengunjuk bunga (tumbuhan). Guna keperluan analisis, kemudian dipilih 3 kelompok serangga terbesar, yaitu Ordo Diptera, Ordo Hymenoptera dan Ordo Coleoptera. Ordo lain tentu saja juga ada, tetapi jumlahnya terlalu sedikit (43 Hemiptera, 14 Lepidoptera, 2 Dermaptera, 2 Mecoptera, and 1 Neuroptera).

Peubah ketiga yang diamati yaitu interaksi antara polinator dan tumbuhan. Waktu pengamatan dilakukan pada sore hari antara jam 13.00 sampai dengan 17:00, yaitu pada saat aktifitas serangga penyerbuk sedang tinggi. Frekuensi pengamatan dilakukan 15 hari sekali. Masing-masing plot dilakukan koleksi serangga dalam waktu 30 menit, di dalam 1 meter persegi (untuk mewakili plot seluar 100 meter persegi).

ANALISIS DATA

Data interaksi pada tumbuhan yang sudah ditentukan sebelumnya, yaitu sebanyak 21 spesies (dengan kriteria: spesies yang paling melimpah, secara teratur berbunga di setiap lokasi selama pengambilan sampel) pengambilan sampel minimal sebanyak lima kali di masing-masing lokasi (baik di lokasi gelap dan lokasi yang diterangi).

Jumlah interaksi (antar) setiap spesies tanaman dan kelompok penyerbuk dianalisis menggunakan model campuran linier umum (persamaan lmer dari software analisis R, dengan menggunakan package lme4). Cakupan analisis ini antara lain meliputi;

  1. Kelimpahan tanaman (logaritma berskala), spesies tanaman (21 level), 
  2. Perlakuan cahaya (dua level: lokasi terang dan lokasi kontrol atau gelap),
  3. Kelompok penyerbuk (tiga level: Diptera, Hymenoptera, dan Coleoptera), dan 
  4. Interaksinya.

HASIL PERCOBAAN

Kelimpahan serangga penyerbuk. Ditemukan sebanyak 2.384 serangga yang berinteraksi dengan tumbuhan. Serangga-serangga tersebut terdiri dari, 984 individu dari Ordo Hymenoptera, 1.119 individu dari Ordo Diptera, dan 281 individu dari Ordo Coleoptera.

Hubungan kelimpahan tumbuhan dan interaksi serangga. Kelimpahan tumbuhan berkorelasi positif terhadap jumlah serangga polinator diurnal yang berinteraksi dengan tumbuhan. Hubungan interaksi antara kelompok serangga dengan jenis tanaman ini tidak sama.

Pengaruh Cahaya pada interaksi serangga polinator. Penelitian ini menemukan bahwa, cahaya buatan pada malam hari secara signifikan mengubah jumlah interaksi antara tumbuhan dengan serangga penyerbuk diurnal. Pengaruh cahaya buatan ini kadang-kadang bervariasi tergantung pada kelompok serangga.

Sebagai contoh, bisa kita perhatikan jumlah interaksi serangga secara total (keseluruhan) pada tumbuhan Geranium sylvaticum yang tidak berbeda nyata antara perlakuan TERANG dan perlakuan GELAP (Gb. 1a-kotak warna merah). Hasil berbeda jika dianalisis terpisah (komposisi pengunjung serangga berbeda). Pada kelompok Ordo Diptera, diketahui bahwa jumlah kunjungan jauh lebih sedikit pada perlakuan terang, sementara kunjungan kelompok Coleoptera justru lebih besar (Gbr. 1b dan 1d).

Pola interaksi serupa juga ditemukan pada spesies tumbuhan lain, seperti Centaurea sp. (Gb 1a, 1c dan 1d-kotak warna hijau) dan Angelica sylvestris (Gb. 1a, 1b dan 1c-kotak warna biru). Kejadian yang seperti ini dapat berpotensi menyebabkan perubahan kualitas layanan penyerbukan yang disediakan oleh penyerbuk.

PEMBAHASAN HASIL PERCOBAAN

Paparan cahaya buatan di malam hari dapat mengubah kunjungan serangga penyerbuk pada siang hari. Sebanyak 19% dari keselurhan spesies tanaman yang diteliti, menunjukkan bahwa cahaya buatan pada malam hari mengubah jumlah total kunjungan penyerbuk yang diterima pada siang hari, tetapi pengaruhnya secara spesifik pada jenis tumbuhan tertentu. Dengan demikian, pengaruh cahaya buatan pada malam hari tidak terbatas pada interaksi antara tanaman dan serangga penyerbuk di malam hari saja, tetapi juga dapat menyebar pada interaksi antara tumbuhan dan serangga penyerbuk diurnal.

Menariknya, lebih banyak spesies tanaman yang frekuensi interaksi diurnalnya diubah, menunjukkan penurunan interaksi yang signifikan, sedangkan hanya satu spesies tanaman yang menunjukkan peningkatan karena cahaya buatan di malam hari. Hal ini menunjukkan bahwa efek cahaya buatan pada malam hari umumnya mengarah pada pengurangan interaksi tanaman-penyerbuk selama siang hari dengan konsekuensi potensial pada penyerbukan, meskipun diperlukan lebih banyak penelitian dalam sistem yang lebih banyak untuk mengkonfirmasi hal ini.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ordo serangga merespons perlakuan cahaya secara berbeda. Dengan demikian, perlakuan tersebut akan menghasilkan komposisi kunjungan serangga yang berbeda pada beberapa spesies tanaman. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi reproduksi tanaman, karena efektivitas penyerbukan tiap kunjungan mungkin berbeda di antara ordo serangga.

Beberapa dugaan akan bisa menjelaskan hasil temuan-temuan tersebut, yaitu terjadinya perubahan ekspresi sifat bunga, yang merupakan kunci untuk memediasi interaksi antara tanaman dan serangga penyerbuk. Berikut ini beberapa penjelasannya;

  1. Cahaya buatan pada malam hari dapat mengurangi kerapatan bunga Lotus pedunculatus (Bennie,2015)
  2. Spektrum dan intensitas lampu jalan LED diketahui berpotensi mempengaruhi proses fisiologis terkait dengan circadian clock yang menjadi kunci ekspresi sifat bunga. Ekspresi ini bisa berupa emisi aroma (semiokemikal) dapat dipengaruhi oleh cahaya.
Dugaan tersebut didukung oleh penelitian lain mengenai modifikasi genetik yang melibatkan ritme circadian clock pada tanaman. Penelitian modifikasi gen circadian clock pada tanaman Nicotiana attenuata (Solanaceae) menunjukkan bahwa, jam sirkadian mempengaruhi interaksi dengan penyerbuk diurnal dan nokturnal. Pengaruh ini juga tergantung pada komunitas penyerbuk yang tersedia. Dampak ini menyebabkan berkurangnya kebugaran serangga penyerbuk.


PENGARUH Cahaya pada serangga;
  1. NEGATIF terhadap serangga: (pada panjang gelombang tertentu) dapat menurunkan kelimpahan herbivora baik secara langsung (dengan penurunan berat larva) maupun secara tidak langsung (dengan meningkatkan ketahanan daun terhadap investasi herbivora).
  2. NEGATIF terhadap tanaman: McMunn (2019) menemukan bahwa justru populasi serangga herbivora meningkat karena pengaruh cahaya.
  3. Herbivora dapat turut memicu kehadiran serangga penyerbuk
  4. Mengurangi kehadiran serangga polinator hingga 62% dan mereduksi produksi buah hingga 13% (Knop et al., 2017 dan Gabbot, 2017).
KESIMPULAN
  1. Pengaruh cahaya buatan di malam hari tidak hanya terbatas pada interaksi serangga pollinator dan tanaman pada malam hari, tetapi juga dapat menjalar ke siang hari dan berpotensi mengubah fungsi ekosistem-penyerbukan.
  2. Polusi cahaya pada malam hari ini menjadi faktor yang mengkhawatirkan mengingat telah banyak penyebab perubahan global lain yang mempengaruhi penyerbuk diurnal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumbang Tanduk, Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae): Hama Utama Tanaman Kelapa Sawit

Aktifitas makan (serangan) kumbang tanduk dapat sangat merusak tanaman baik tanaman muda maupun tanaman yang sudah produktif, serangga ini juga dapat menyerang kelapa santan ( Cocos nucifera ) maupun kelapa sawit ( Elaeis guineensis ). Serangga menyerang semua bagian tanaman yang nampak/berada di atas permukaan tanah, baik batang, pelepah, maupun pucuk (titik tumbuh). Aktifitas makan tersebut menimbulkan lubang gerekan pada batang, pelepah dan daun yang membentuk menyerupai huruf "V" atau seperti kipas. Gejala serangan kumbang tanduk pada tanaman sawit muda (TBM) dan tanaman kelapa santan ( C. nucifera ) Kumbang tanduk yang dominan ditemukan pada tanaman kelapa sawit adalah jenis  Oryctes rhinoceros.  Jenis ini   memang telah lama diketahui peranannya sebagai serangga pengganggu yang dapat menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit, terutama tanaman muda (TBM). Pembukaan lahan tanpa pembakaran ( zero   burning ) disinyalir dapat meningkatkan kemungkinan serangan l

JENIS-JENIS JAMUR KONSUMSI (EDIBLE MUSHROOM)

Kebutuhan jamur konsumsi semakin hari semakin meningkat. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dab tehnologi saat ini, beberapa jamur konsumsi dapat dengan mudah dibudidayakan, antara lain jamur Shitake, jamur Champignon, jamur Merang, Jamur Kupimg dan jamur Tiram. Ini dia jenis-jenis jamur konsumsi: Jamur Kancing ( Agaricus bisporus ) Jamur kancing merupakan jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan di dunia, sekitar 38% dari total produksi jamur dunia. Jamur kancing ( Agaricus bisporus ) atau champignon merupakan jamur pangan yang berbentuk hampir bulat seperti kancing dan berwarna putih bersih, krem, atau coklat muda. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai table mushroom , white mushroom , common mushroom atau cultivated mushroom . Di Perancis disebut sebagai champignon de Paris. Jamur kancing dijual dalam bentuk segar atau kalengan, biasanya digunakan dalam berbagai masakan Barat seperti omelet, pizza, kaserol, gratin, dan selada. Jamur kancing memiliki aroma unik

Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV)

Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV) atau Virus kuning-keriting pada daun tanaman tomat merupakan salah satu anggota dari Virus yang tergolong dalam Suku Geminiviridae, Marga Begomovirus. Serangan TYLCV pada tanaman tomat dapat menyebabkan daun tanaman menggulung, mengeras, bertekstur kasar dan lebih tebal dibanding tanaman normal. Daun tanaman yang terserang juga akan mengalami klorosis ( yellowing ) dan mengkerut/keriting ( curly ). Gangguan tersebut hanya dapat terjadi pada daun baru yang terbentuk setelah tanaman terinfeksi, sedangkan daun tua tetap dan tidak mengalami penyusutan. Hal ini yang menyebabkan tanaman tampak ganjil karena daun pada bagian bawah tanaman tampak lebih lebat jika dibandingkan daun yang berada pada bagian atas. Tanaman rentan yang terserang pada fase perkembangan generatif dapat menyebabkan tanaman kerdil (stunting), jika serangan berlangsung hingga fase generatif maka buah yang dihasilkan akan berukuran kecil. Penyebaran TYLCV TYLCV tidak menular me