Langsung ke konten utama

KOLEKSI DAN PENGAWETAN SERANGGA

PENDAHULUAN

Serangga adalah kelompok binatang/hewan (animalia) yang memiliki ciri-ciri antara lain; kerangka luar yang keras (disebut exoskeleton), tubuh yang tersegmentasi, memiliki tiga pasang kaki (tungkai) dan memiliki 2 pasang sayap. Serangga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Namun, beberapa spesies serangga dapat menjadi hama bagi tanaman atau hewan lainnya. Oleh karena itu, seringkali dilakukan pengendalian hama untuk mengurangi dampak negatifnya. Salah satu cara untuk menjaga kualitas serangga yang dimanfaatkan adalah dengan melakukan pengawetan. Penelitian mengenai pengawetan serangga menjadi hal yang penting karena keberadaannya yang seringkali menjadi bagian penting dalam berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, agribisnis, dan konservasi.

TIPE-TIPE Pengawetan Serangga

Pengawetan serangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain adalah sebagai berikut;

  1. Pengawetan kering
  2. Pengawetan dengan alkohol
  3. Pengawetan dengan alkohol

Pengawetan kering

Metode ini dilakukan dengan mengeringkan serangga sehingga kelembaban dalam tubuhnya hilang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggantung serangga di tempat yang teduh dan berangin, atau menggunakan oven khusus. Serangga yang sudah kering dapat disimpan dalam kotak atau lemari kaca.

Pengawetan dengan alkohol

Metode ini dilakukan dengan merendam serangga dalam cairan alkohol. Alkohol berfungsi untuk membunuh bakteri, jamur, dan serangga kecil yang dapat merusak tubuh serangga. Serangga yang sudah direndam dalam alkohol dapat disimpan dalam botol kaca yang tertutup rapat.

Pengawetan dengan formalin

Metode ini dilakukan dengan merendam serangga dalam larutan formalin. Formalin berfungsi sebagai pengawet alami karena mampu membunuh bakteri, jamur, dan serangga kecil. Serangga yang sudah direndam dalam formalin dapat disimpan dalam botol kaca yang tertutup rapat.

Pengawetan dengan pengeringan beku

Metode ini dilakukan dengan memanfaatkan suhu rendah untuk membunuh bakteri, virus, dan serangga kecil pada tubuh serangga. Serangga yang sudah dibekukan dapat disimpan dalam lemari pendingin atau freezer.

Teknik Koleksi dan Pengawetan.

Mengacu pada metode awetan serangga oleh Jumar (2000), Gullan and Cranston (2014) dan Borror et al. (1992) koleksi serangga ini bisa bersifat langsung atau pengambilan secara fisik individu dari habitat, baik dengan menggunakan jari, sikat rambut halus, forsep atau aspirator. Teknik seperti itu dapat dilakukan pada serangga-serangga yang bergerak relatif lambat, seperti fase pra-dewasa atau serangga-serangga yang tidak mampu terbang atau enggan terbang.

Sementara itu, untuk koleksi serangga-serangga yang aktif bergerak, terbang, nocturnal atau berukuran kecil dan tersembunyi, harus digunakan alat-alat bantu, seperti; jaring (Sweep Net), perangkap (malaise trap, yellow pan trap, pitfall trap, light trap, dll.).

Selanjutnya, serangga-serangga yang didapatkan diawetkan sesuai dengan ukuran dan sifatnya dengan beberapa metode pengawetan. Sebagai contoh, serangga yang akan diawetkan, terlebih dahulu dimatikan di dalam botol yang mengandung racun (killing bottle) atau dimasukkan kedalam freezer. Pembekuan menghindari penggunaan bahan kimia pembunuh. Catatan penting dalam tahapan ini adalah penempatan serangga ke dalam wadah kecil yang kedap udara untuk mencegah kekeringan dan membekukannya setidaknya selama 12-24 jam.

Serangga yang telah mengering harus direlaksasikan sebelum dapat dipasang. Relaksasi ini menempatkan spesimen kering dalam suasana jenuh air agar tidak berjamur. Selanjutnya, dilakukan penusukan jarum (pinning) dengan macropin/micropin. Penyisipan makropin, dengan ketebalan yang sesuai untuk ukuran serangga; posisi yang benar untuk pin bervariasi di antara ordo serangga dan penting untuk menempatkan pin di tempat yang disarankan untuk menghindari kerusakan struktur yang mungkin berguna dalam identifikasi.

Setelah pinning dan labelling, kemudian serangga diletakkan di dalam kotak awetan secara sistematis berdasarkan ordo dan familinya masing-masing. Selanjutnya kotak-kotak awetan disimpan di dalam lemari penyimpanan.

Gambar. Contoh labelling serangga koleksi di Laboratorium dengan dua kertas dan satu lembar kertas

Berikut ini rangkuman kiat-kiat dalam koleksi dan pengawetan serangga
sebagaimana disarankan oleh ahli dari Museum Zoologi Terapan Bogor, BRIN.


1.   Ketepatan penentuan waktu dan persiapan

Serangga merupakan binatang yang memiliki kekhususan perilaku. Dengan demikian diperlukan strategi yang tepat dalam mendapatkannya dan penangkapannya. Sebagai contoh, penggunaan perangkap lampu sebaiknya menghindari tengah bulan hijriah, yaitu di sekitar tanggal 15-20 (bulan purnama). Penggunaan perangkap buah (pisang/banana trap) untuk menangkap kupu-kupu kanopi tanaman seperti Danaus spp.


2.   Penyimpanan kupu-kupu dan Penggunaan Oven

Oleh karena kupu-kupu merupakan kelompok serangga yang memiliki sayap yang rapuh dan sisiknya (lepidos) mudah rusak, maka selama dalam perjalan, kupu-kupu diletakkan di dalam papillon. Untuk penanganan awetan, sebelum dilakukan perentangan sayap dan menghindari patahnya sayap, maka diperlukan pelemasan dulu dengan memasukkannya ke dalam desikator selama 2-3 hari. Pengeringan serangga dilakukan dengan oven pada suhu 450C selama 2 hari untuk serangga berukuran kecil dan 7 hari untuk serangga berukuran besar.


3.   Sterilisasi serangga dari parasit dan hama.

Sterilisasi dilakukan dengan urutan langakah sebagai berikut;

  • Perlakuan suhu dingin 200C selama 2 hari untuk mematikan parasite dan hama yang mungkin masih hidup pada tubuh serangga.
  • Penempatan pada suhu ruang selama 2 hari. Tindakan ini untuk memberikan kesempatan agar parasit dan hama melengkapi siklus hidupnya.
  • Perlakuan suhu dingin 200C selama 2 hari untuk mematikan kembali parasit dan hama yang mungkin masih hidup pada tubuh serangga.
  • Serangga diletakkan di dalam kotak koleksi dan disimpan di dalam museum.

4.   Labelling (pelabelan atau pemberiaan identitas)

Label atau pemberiaan identitas pada serangga koleksi harus memenuhi kaidah yang telah ditentukan. Kaidah pelabelan tersebut antara lain harus mengandung informasi, lokasi, titik koordinat, altitude (ketinggian lokasi), tanggal.bulan.tahun pengambilan koleksi, nama kolektor, dan metode pengambilan koleksi (light trap, sweepnet, handpicking dll.)

Gambar 4. Label koleksi yang belum terpotong (A), lemari penyimpanan koleksi (B) dan kotak koleksi lengkap dengan barcode informasi koleksi di sudut kanan atas (C).

5.   Museum dan Kataloging

Setiap serangga yang sudah melalui tahapan pengawetan dan sterilisasi, kemudian ditempatkan di dalam museum sesuai dengan klasifikasinya. Selanjutnya didaftarkan pada katalog (kataloging). Lemari penyimpanan diberi label kode nomor lemari, ordo serangga, 

IDENTITAS KOLEKSI Serangga. Sebagaimana barcode yang terpasang di dalam masing-masing kotak, berikutn ini adalah informasiidentitasnya. Dalam koleksi ini didapatkan dari berbagai daerah dan dengan berbagai cara, tetapi dominan didaptkan di sekitar Bogor, Jawa Barat dengan cara ditangkap langsung dengan tangan (catching by hand) atau menggunakan jaring serangga (sweep net).

Serangga koleksi diambil dari 19 lokasi, terbanyak di Bogor dan Cipanas, Kec. Cianjur, Jawa Barat.


Jumlah keseluruhan ada sebanyak 91 FAMILI dari 16 ORDO, berikut ini proporsi famili berdasarkan ordonya masing-masing





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumbang Tanduk, Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae): Hama Utama Tanaman Kelapa Sawit

Aktifitas makan (serangan) kumbang tanduk dapat sangat merusak tanaman baik tanaman muda maupun tanaman yang sudah produktif, serangga ini juga dapat menyerang kelapa santan ( Cocos nucifera ) maupun kelapa sawit ( Elaeis guineensis ). Serangga menyerang semua bagian tanaman yang nampak/berada di atas permukaan tanah, baik batang, pelepah, maupun pucuk (titik tumbuh). Aktifitas makan tersebut menimbulkan lubang gerekan pada batang, pelepah dan daun yang membentuk menyerupai huruf "V" atau seperti kipas. Gejala serangan kumbang tanduk pada tanaman sawit muda (TBM) dan tanaman kelapa santan ( C. nucifera ) Kumbang tanduk yang dominan ditemukan pada tanaman kelapa sawit adalah jenis  Oryctes rhinoceros.  Jenis ini   memang telah lama diketahui peranannya sebagai serangga pengganggu yang dapat menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit, terutama tanaman muda (TBM). Pembukaan lahan tanpa pembakaran ( zero   burning ) disinyalir dapat meningkatkan kemungkinan serangan l

JENIS-JENIS JAMUR KONSUMSI (EDIBLE MUSHROOM)

Kebutuhan jamur konsumsi semakin hari semakin meningkat. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dab tehnologi saat ini, beberapa jamur konsumsi dapat dengan mudah dibudidayakan, antara lain jamur Shitake, jamur Champignon, jamur Merang, Jamur Kupimg dan jamur Tiram. Ini dia jenis-jenis jamur konsumsi: Jamur Kancing ( Agaricus bisporus ) Jamur kancing merupakan jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan di dunia, sekitar 38% dari total produksi jamur dunia. Jamur kancing ( Agaricus bisporus ) atau champignon merupakan jamur pangan yang berbentuk hampir bulat seperti kancing dan berwarna putih bersih, krem, atau coklat muda. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai table mushroom , white mushroom , common mushroom atau cultivated mushroom . Di Perancis disebut sebagai champignon de Paris. Jamur kancing dijual dalam bentuk segar atau kalengan, biasanya digunakan dalam berbagai masakan Barat seperti omelet, pizza, kaserol, gratin, dan selada. Jamur kancing memiliki aroma unik

Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV)

Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV) atau Virus kuning-keriting pada daun tanaman tomat merupakan salah satu anggota dari Virus yang tergolong dalam Suku Geminiviridae, Marga Begomovirus. Serangan TYLCV pada tanaman tomat dapat menyebabkan daun tanaman menggulung, mengeras, bertekstur kasar dan lebih tebal dibanding tanaman normal. Daun tanaman yang terserang juga akan mengalami klorosis ( yellowing ) dan mengkerut/keriting ( curly ). Gangguan tersebut hanya dapat terjadi pada daun baru yang terbentuk setelah tanaman terinfeksi, sedangkan daun tua tetap dan tidak mengalami penyusutan. Hal ini yang menyebabkan tanaman tampak ganjil karena daun pada bagian bawah tanaman tampak lebih lebat jika dibandingkan daun yang berada pada bagian atas. Tanaman rentan yang terserang pada fase perkembangan generatif dapat menyebabkan tanaman kerdil (stunting), jika serangan berlangsung hingga fase generatif maka buah yang dihasilkan akan berukuran kecil. Penyebaran TYLCV TYLCV tidak menular me