Burung hantu menjadi bahasan yang cukup menarik hingga kini, meskipun mungkin di perkebunan kelapa sawit tak terlalu semenarik jika dibandingkan dengan upaya pengendalian vertebrata hama tikus di lahan pertanaman padi (sawah) dan/atau komoditas lain di areal ladang. Setidaknya sampai dengan webinar yang saya ikuti pada tanggal 19 September 2024 lalu (Gb. A). Di perkebunan sawit, pemanfaatan burung hantu untuk pengendalian alamiah hama tikus sudah sangat stabil dan hampir semua kebun sudah familiar dengan teknik ini. Burung hantu lebih cocok untuk pengendalian alamiah hama tikus karena banyak keunggulan yang dimilikinya jika dibanding dengan musuh alami lain seperti, Elang Tikus (Gb. C), Kucing (Gb. D), Ular (Gb. E), Anjing (F) dll. Lewat tulisan ini saya berusaha mendokumentasikan beberapa statement menarik di dalam webinar itu, yang sekaligus mengingatkan kegiatan studi banding saya ke Ds. Tlogoweru, Kec. Guntur, Kab. Demak, Jawa Tengah 10 tahun yang lalu (Gb. B). Statement yang menur
Buah partenokarpi (parteno = perawan; karpi = buah) adalah buah yang terbentuk tanpa melalui proses pembuahan atau fertilisasi. Dalam istilah botani, fenomena ini terjadi ketika buah berkembang tanpa adanya penyerbukan atau pembuahan oleh serbuk sari jantan. Buah yang dihasilkan dari proses partenokarpi biasanya tidak memiliki biji atau memiliki biji yang tidak berkembang. Fenomena ini dapat terjadi secara alami atau melalui intervensi manusia, seperti penggunaan hormon tumbuhan atau teknik rekayasa genetika. Partenokarpi dapat ditemukan pada berbagai jenis buah, seperti pisang, nanas, semangka, mentimun, dan tomat. Buah-buah ini sering kali lebih disukai di pasaran karena tidak memiliki biji, yang membuatnya lebih mudah dikonsumsi. Bahkan, negara tujuan ekspor tertentu menyebutkan kriteria permintaan buah tanpa biji, seperti ekspor mentimun untuk raw material kosmetika. Di sisi lain, pada tanaman kelapa sawit, buah partenokarpi juga dapat terbentuk tanpa penyerbukan, namun hal ini d