Burung hantu menjadi bahasan yang cukup menarik hingga kini, meskipun mungkin di perkebunan kelapa sawit tak terlalu semenarik jika dibandingkan dengan upaya pengendalian vertebrata hama tikus di lahan pertanaman padi (sawah) dan/atau komoditas lain di areal ladang. Setidaknya sampai dengan webinar yang saya ikuti pada tanggal 19 September 2024 lalu (Gb. A).
Di perkebunan sawit, pemanfaatan burung hantu untuk pengendalian alamiah hama tikus sudah sangat stabil dan hampir semua kebun sudah familiar dengan teknik ini. Burung hantu lebih cocok untuk pengendalian alamiah hama tikus karena banyak keunggulan yang dimilikinya jika dibanding dengan musuh alami lain seperti, Elang Tikus (Gb. C), Kucing (Gb. D), Ular (Gb. E), Anjing (F) dll.
Lewat tulisan ini saya berusaha mendokumentasikan beberapa statement menarik di dalam webinar itu, yang sekaligus mengingatkan kegiatan studi banding saya ke Ds. Tlogoweru, Kec. Guntur, Kab. Demak, Jawa Tengah 10 tahun yang lalu (Gb. B). Statement yang menurut saya menarik itu ada dua hal;
1. Insting berburu anjing lebih baik dibandingkan kucing. Anjing tetap akan memburu dan mematikan tikus jika terlihat olehnya, sementara kucing hanya akan diam setelah kenyang memangsa hasil buruannya.
Poin pertama ini tidak bisa saya konfirmasi karena saya tidak memiliki pustaka yang cukup. Namun begitu, berdasarkan pengalaman saya selama di lapangan, anjing memang lebih baik dalam berburu, meskipun mungkin kucing memiliki ability lebih baik. Tentu saja masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya, tetapi khusus poin "mematikan buruan meskipun sudah kenyang" menjadi poin menarik karena sifat ini beririsan dengan sifat alamiah burung hantu.
2. Burung hantu yang dikembangkan dengan fasilitas rubuha (rumah burung hantu) atau gupon/nest box di tengah sawah/ladang yang biasanya sangat panas, tidak cocok dan pada akhirnya rubuha banyak tidak aktif atau okupasinya rendah (Gb. G1 dan G2). Untuk itu, sebaiknya rubuhan dipindahkan ke atas pohon-pohon atau tempat yang teduh (Gb. G3 dan G4). Sementara di area perburuan (di tengah pematang) disiapi "petengkrengan" atau tempat hinggap saja. Poin petengkrengan dan pohon-pohon ini terkonfirmasi oleh pustaka, tetapi sisi menariknya, nest box yang terlalu panas tidak sepenuhnya terkonfirmasi.
Rubuha yang diletakkan di tengah sawah banyak yang aktif. Tentu saja dengan beberapa catatan, yang sepertinya menarik untuk dilakukan konfirmasi, apakah itu karena bahan pembuatan rubuha yang berbeda dan design yang mungkin bisa lebih dingin. Tulisan lebih rinci pernah saya dokumentasikan di sini (silakan klik)
Terkait dengan petengkrengan dan "pohon-pohon", ini cocok dengan pendapat yang disampaikan oleh Garcia et al. (2020). Petengkrengan dan pohon-pohon itu merupakan upaya konservasi yang disebutnya sebagai pembangunan sarang buatan dan pengelolaan habitat semi-alami.
Komentar
Posting Komentar